Delete soon.
Aku terdiam, dan seketika bulir di mataku berjatuhan
Sudah dua tahun sejak terakhir kali kau melambaikan tanganmu di stasiun
Kini tidak pernah ada lagi ragamu di kota ini, dan aku semakin mahir mengingatmu lagi
Aku kira, waktu perlahan akan menghilangkan bayangmu
Aku kira, melepasmu tidak akan sesulit ini
Aku bisa membohongi dunia bahwa aku nampak baik-baik saja, tapi tidak untuk kali ini
Tuan, izinkan aku bersedih
Hatiku hancur, perihnya masih sangat terasa
Tuan, rinduku tak pernah sirna, namun mengharapkanmu bagaikan melukis di atas angin yang tak akan pernah menjadi nyata
Air mataku pecah, ingin rasanya teriak bak kesakitan dihunus pedang
Harus berapa kali lagi aku bersujud memohon pada Tuhan agar perasaan ini dihilangkan?
Harus berapa lama lagi aku menahan sesak, terjatuh, dan kesepian?
Bukan salahmu atas keputusan yang akhirnya melepasku
Bukan salah orang lain yang tak tahu menahu
Ini semua bermula dari aku yang terlampau percaya, berharap, dan memberimu kesempatan begitu besar
Tuan, jangan pernah lagi ada pertemuan
Sembuhku lama, melepasmu begitu sulit, melupakanmu terasa berat
Aku tidak mau semua ini sia-sia
Jika takdir membawa kita hanya untuk menjadi ujian bagi satu sama lain, maka semoga ujian itu dapat terlewati dengan baik
Kesadaran akan membawaku pulih, entah cepat atau lambat
Sadar bahwa ketetapan-Nya ialah yang terbaik
Sadar bahwa aku berhak mendapatkan bentuk cinta yang lebih indah
Sadar bahwa aku tidak layak diperlakukan sedemikian menyesakkan
Dan sadar, bahwa mengikhlaskan adalah bentuk kasih sayang dan penutup kisah terbaik yang bisa ku usahakan
Biarkan daunku berguguran, runtuh, kering, dan menghilang
Tersisa dahan dari pohonku, tanpa menyalahkan angin dan musim
Percaya, esok hijau akan kembali menyapa
[Tangisku di pelukan Ibu, Juni 2024]