Nia
4 min readMay 27, 2024

Ketika orang lain salah menilai kita.

Pict from instagram

Aku pernah baca kalau salah satu sumber tidak bahagianya seseorang adalah dia yang terlalu mengurusi yang bukan urusannya, mempedulikan aib-aib orang lain, dan mencari-cari kesalahan orang lain. Penyakit hati terutama iri dengki dan dendam tuh hanya akan merusak diri sendiri. Ibarat minum racun, kamu sendiri yang meminumnya tapi berharap orang lain yang kesakitan karenanya. Ngga make sense, kan? Dan ketika ada yang mengganggu kehidupan kita, itu tandanya dia sedang menunjukkan bahwa dia sendiri sedang tidak bahagia dan terluka. Only hurt people who will hurt others.

Aku kira semua orang di dunia ini sedang sibuk dengan urusannya masing-masing, fokus memperbaiki hidupnya dan melakukan amal kebaikan sebanyak-banyaknya. Ternyata ngga juga ya. Ada lhoh yang terobsesi untuk mengganggu kehidupan orang, rajin stalking, memantau semua sosmed orang lain, mencari kesalahan, menyindir di story, dan membicarakan keburukannya di belakang alias ghibah. Nastaghfirullahal’adziim. Semoga Allah hindarkan kita dari sikap demikian.

Padahal kalau dilogika ya, apa untungnya coba melakukan hal kayak gitu? Memangnya tidak ada hal lain yang lebih penting untuk diurusin? Atau apa memang segabut itu untuk terus-terusan gangguin orang lain?

Terlepas dari apapun motif orang lain mengganggu kita, yang perlu dipahami adalah area mana yang bisa dikontrol dan mana yang tidak. Kita fokus ke hal-hal yang bisa kita kendalikan aja. Saat diganggu orang lain, maka pilihannya ada di kita. Kalau aku sih cenderung untuk cuek, mengabaikan, ngga membaca/melihatnya, dan kalau terlalu mengganggu sebaiknya di-block saja. Tidak perlu buang waktu dan energi untuk mengurusi hal tidak penting itu. Biarkan mereka cape dan rugi sendiri.

Pict from instagram

Terkadang memang perkataan orang lain yang tidak menyukai kita itu amat menyakitkan. Maka aku selalu ingat ayat ini,

“Do not let their words sadden you.” (QS Yunus : 65)

Jadilah perempuan baik untuk siapapun yang kamu temui, setajam apapun pisau yang orang lain tancapkan padamu, tetaplah rawat lukamu tanpa harus membenci orang yang melukaimu.

Syeikh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi memberikan nasihat, “Sekalipun engkau dibenci, engkau hanya dibenci manusia, lalu mengapa dirimu begitu menderita? Sekalipun engkau dicintai, engkau hanya dicintai manusia, lalu mengapa dirimu sangat bangga?”

Ngena banget sih nasihat beliau. Bahkan level ekstremnya, aku lebih memilih semua orang membenciku tapi asalkan Allah ridha dan mencintaiku. Itu sudah lebih dari cukup. Meski semua orang salah paham sama aku, biarkan, yang terpenting Allah Maha Tahu tentang diriku yang sebenarnya. Orang lain hanya tahu sedikit dari apa yang mereka lihat, sementara yang memantau diriku 24/7 hanyalah Allah SWT. Wa kafaa billaahi syahidaa. Dan cukuplah Allah sebagai sebaik-baik saksi.

I’m still learning to master the art of detachment: not taking things personally. It’s challenging but it’s truly a game changer.

Hidupku jauh lebih tenang ketika menerapkan sikap bodo amat untuk hal-hal yang di luar urusan kita. Rasa kepoku pada urusan orang lain sudah sampai di level terendah yang sampai aku jarang sekali melihat story orang kecuali saudara atau teman dekat. Bagiku itu ngga penting dan justru menghabiskan waktu.

Pict from tiktok

Dan terkadang meski rasanya kita ingin membalas atau menjelaskan panjang lebar kalau kita ngga seperti yang mereka omongin, oh aku sudah duluan berpikir kalau itu hanya sia-sia. Orang yang membenci kita, mau kita benar sekalipun, mereka tidak akan pernah percaya. Yang dilihat hanyalah keburukan, tanpa pernah melihat sisi baiknya.

Ingat nasihat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Tidak perlu menjelaskan dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu dan yang membencimu tidak akan percaya itu.”

We’ve all experienced to be liked and to be hated. And as normal human we fear of being disliked, misunderstood, and misjudged. We often found ourselves obsessing about what others think and trying so hard to change it based on ours. But what we tend to forget is that, Allah doesn’t make everyone live for you, and Allah doesn’t make us live for them. Throughout one’s life, there will be many who like you as well as many who will not. It’s sunnatullah. And that’s completely okay.

Memaksa semua orang untuk sepaham dan suka sama kita adalah ketidakmungkinan yang mutlak. Sebagaimana kita tidak bisa selalu sepaham dan menyukai semua orang. Jadi, daripada lelah mengurusi hal yang di luar kontrol kita, sebaiknya kita fokus menata hati dan diri kita. Melakukan yang terbaik dan mendoakan yang baik untuk orang lain, berpasrah kepada Allah, sembari memohon penjagaan dari-Nya.

Teruntuk orang-orang yang tidak menyukaiku, menaruh iri hati dan dendam terhadapku… aku meminta maaf jika ada sikap dan perkataanku yang pernah menyakitimu. Semoga lukamu segera pulih. Semoga cahaya Allah mampu melembutkan hatimu hingga kamu menemukan kebahagiaanmu sendiri tanpa menggangguku.

Sejatinya bahagia yang sejati itu tidak didapat ketika kita merebut kebahagiaan orang lain, tidak juga ketika kita senang melihat orang lain hancur. Bahagia yang sejati menurut Imam Ibnul Qayyim al Jauziyyah yaitu

  1. Mensyukuri nikmat yang Allah berikan padamu
  2. Bersabar atas setiap ujian kehidupan
  3. Bertaubat dan memohon ampun saat melakukan kesalahan

Barakallahu fiik ❤️ may peace be upon you.

Nia

A life-long learner. Associated with faith, knowledge, and wisdom.