Nia
3 min readJun 29, 2023

Memaknai momen Idul Adha.

Pict from Pinterest

Idul Adha tahun ini sedikit berbeda untukku. Ya, berbeda dalam hal memaknainya. Bagiku dulu, Idul Adha hanyalah perayaan hari raya tahunan yang isinya shalat Ied, kurban, dan makan-makan. Namun ternyata, aku menemukan hikmah yang jauh lebih agung daripada itu.

Teringat bagaimana Nabi Ibrahim 'alaihissalam diperintahkan Allah untuk menyembelih putranya yaitu Nabi Ismail 'alaihissalam. Rasanya sangat tidak logis dan begitu berat untuk melaksanakan perintah itu. Namun, dengan penuh keikhlasan dan sebagai bukti keimanan yang kuat, kedua Nabi kita menaati perintah Allah. Dan begitu mereka ikhlas menjalaninya, ternyata Allah ganti dengan hewan qurban yang memang untuk disembelih.

Maka sejatinya di sini, kita sebagai hamba hanyalah diminta untuk menghilangkan rasa kepemilikan dan rasa cinta berlebih kepada segala sesuatu di dunia ini. Baik itu terhadap pasangan, anak, orang tua, kerabat, harta benda, jabatan, gelar, kekuasaan, dan semua yang kita sayangi.

Sebab sejatinya, diri kita harus meletakkan kecintaan tertinggi hanyalah kepada Allah SWT, bukan selain-Nya. Dan juga kita harus menyadari bahwa semua yang kita miliki hanyalah titipan, semuanya milik Allah. Actually we own nothing, bahkan diri kita sendiri pun bukanlah milik kita.

Dalam QS At-Taubah ayat 24 Allah SWT berfirman,

قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَٰنُكُمْ وَأَزْوَٰجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَٰلٌ ٱقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُوا۟ حَتَّىٰ يَأْتِىَ ٱللَّهُ بِأَمْرِهِۦۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَٰسِقِينَ

Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.

Dirwayatkan dalam hadist, Rasulullah Saw., pada saat itu sedang memegang tangan Umar ibnul Khattab. Umar ibnul Khattab berkata, "Demi Allah, wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih aku sukai daripada segala sesuatu kecuali diriku sendiri." Maka Rasulullah Saw. bersabda: “Tidaklah beriman (dengan iman yang sempurna) seseorang di antara kalian sebelum aku lebih dicintai olehnya daripada dirinya sendiri.” Lalu Umar ibnul Khattab berkata, "Sekarang engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri." Dan Rasulullah Saw. bersabda, "Memang begitulah seharusnya, hai Umar."

Di dalam hadis yang sahih telah disebutkan dari Rasulullah Saw. bahwa beliau Saw. pernah bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­-Nya, tidaklah beriman seseorang di antara kalian sebelum diriku ini lebih dicintai olehnya daripada orang tuanya, anak-anaknya, dan semua orang.

Maka menjadi refleksi bagi kita, mungkin saja ketika kita kehilangan orang-orang yang kita sayangi, Allah ingin menyadarkan kita agar kita tidak berharap kepada makhluk dan terlalu mencintai makhluk-Nya. Pun ketika orang-orang yang kita sayangi telah Allah panggil pulang menghadap-Nya, maka seharusnya kita bisa ikhlas sebab kita semua memanglah milik Allah yang sewaktu-waktu bisa kembali pada-Nya.

Lagi-lagi ikhlas menjadi ujian bagi hati yang tidak mudah namun harus kita upayakan. Bahwa cinta kepada Allah memang memerlukan pengorbanan, keikhlasan, diiringi penerimaan pada takdir, dan ketaatan kepada setiap perintah-Nya.

Semoga setiap upaya ikhlas dan sabarnya kita dalam menjalani perintah Allah, menjadikan kita hamba yang diridhai oleh-Nya. Aamiin.

Happy Eid al-Adha

Nia

A life-long learner. Associated with faith, knowledge, and wisdom.