Most of the time, aku semakin nyaman melakukan apa-apa sendiri dan pergi kemana-mana sendiri. Meski sesekali aku juga tetap main sama teman-temanku dan keluargaku, tapi aku sangat menikmati momen saat aku sendiri. Aku rasa ini juga skill yang penting buat kita yang udah beranjak dewasa, bahwa nyaman sama diri sendiri itu harus. Yaa supaya kita ngga bergantung terus-terusan sama orang lain.
Saat sendiri, aku jadi merasa lebih dekat sama diri sendiri. Rasanya juga jadi lebih mindful untuk melihat sekitar, lebih memperhatikan detail kehidupan kayak menyapa kucing yang ditemui di jalan, merasakan angin yang berhembus, menikmati cahaya matahari yang menyentuh kulitku, menikmati rasa di setiap suap makanan, self talk, atau bahkan ngobrol random sama stranger yang baru dikenal.
Balik lagi soal sendiri, aku sering banget pergi kemana-mana sendiri, termasuk beli makan sendiri bahkan dine in di tempat. Nah, alasan lain kenapa aku suka makan di tempat tuh karena menurutku rasa makanannya jadi lebih enak, alias masih fresh dan hangat, terus aku juga mau meminimalisir sampah plastik, dan aku suka menikmati waktuku saat makan sendirian. Walau kadang ada sedikit problem sih, kayak kalau meja makannya besar gitu, yang seharusnya bisa buat empat orang, terus kalau aku udah duduk di situ kan ya orang lain akan canggung buat deketin. But actually it’s not a big problem. Aku sih santai aja kalau ada yang deketin, terutama sesama cewe sih ya. Aku juga ngga keberatan sama sekali buat duduk di deket mereka.
Kekhawatiran yang orang lain pikir kalau pergi sendiri tuh kayak takut dilihatin, takut dikira jomblo, takut dikira ngga punya temen, dll. Padahal menurutku mindset kayak gitu tuh ngga sepenuhnya tepat ya. Aku pernah jogging sendirian, makan sendiri, belanja sendiri, pergi ke luar kota sendiri, dateng ke kondangan sendiri, mengurus dokumen kampus, ngurus ATM ke bank, meminta surat keterangan dari kepolisian, pergi ke kantor dinas, ketemu petugas PLN, menemui kepala desa dan camat, baca buku di perpustakaan, ke coffee shop, ke klinik, ke apotek, dll semuanya sendiri. And everything was perfectly fine. Sebenernya orang lain tuh ngga seperhatian itu ke kita. Mereka juga sibuk sama urusannya masing-masing. Toh juga kalau dilihatin sama orang atau orang lain berpersepsi yang ngga tepat soal kita, terus kenapa? Kitanya juga ngga untung dan ngga rugi kan?
Dulu temenku pernah bilang, “kita itu bukan pusat alam semesta Nia.” Bener banget sih, kita juga bukan pengendali jagad raya. Kita hanya 1 dari 8 miliar orang di muka bumi ini. Kita ini ngga sespesial itu. Apalagi kalau memang kita tuh bukan artis atau selebgram yang terkenal, akan sangat sedikit bahkan ngga ada orang lain yang notice kita. Ya udah, lakukan apapun yang kita mau dan kita suka selagi itu ngga mengganggu orang lain.
Kalau aku korelasiin ke spiritual journey, momen sendiri itu penting banget kaitannya buat muhasabah diri. Ada salah satu ayat yang ngena banget dan aku jadiin pegangan hidup, yaitu di QS al Hasyr ayat 18 yang artinya
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk esok hari (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Saat muhasabah, biasanya aku fokus ke kesalahan-kesalahan apa aja yang pernah aku perbuat dan mengevaluasi kualitas/kuantitas amal yaumi-ku (ibadah sunnah dan wajibnya). Selain itu, hal-hal yang aku lakukan ketika sendiri yaitu dengan journaling untuk menuangkan perasaan dan isi hatiku di hari itu, lalu merencanakan kegiatan untuk monthly/weekly/daily planner, membaca buku, dengerin musik, self talk, mengevaluasi diri kalau aja aku ada kesalahan sama orang lain, memasak, bersih-bersih, melanjutkan tugasku yang sempat tertunda, atau sekadar nonton reels reminder di instagram. Jadi, karena ada banyak hal yang perlu aku lakuin sendiri, I’m totally okay when I’m alone.
Hal lain yang akhirnya jadi concern buatku saat aku sendiri adalah soal ujian keimanan. Karena ketika lagi sendiri dan itu misalnya di ruang tertutup atau private room kita, tentu ngga ada orang lain yang melihat dan kita bisa melakukan apapun. Nah di situlah letak ujiannya, apakah kita masih merasa takut sama Allah dan merasa diawasi oleh-Nya? Apakah kita mampu mengkoneksikan idrak shilah billah (kesadaran hubungan dengan Allah) sehingga kita mampu melakukan hal baik meski sedang sendiri? Keep doing the right thing even when you’re alone is called integrity.
Terus juga kalau lagi sendiri tuh aku merasa lebih bergantung sama Allah. Jadi ini ada kaitannya juga sama kemandirian. Kalau ditanya, how to be an independent woman? Jawabannya, by being dependent on Allah and lots of practice and self confidence.
But, don’t get me wrong. Nyaman sendiri itu bukan berarti maunya sendiri terus. Aku juga tetap butuh teman, tapi aku juga butuh me time. Bahkan kalau dikaitkan dengan pasangan hidup, I think a strong relationship comes up from two independent souls who have finished with their ownself. Mereka yang sebenarnya nyaman sama diri sendiri, bisa melakukan banyak hal sendiri, ngga menuntut kebahagiaan dari orang lain, lalu bertemu untuk membangun hubungan. Jadi konsepnya udah sama-sama utuh, bukan saling melengkapi.
Belajarlah nyaman sama diri sendiri meskipun harus sendirian. Sebab esensi dari kesendirian adalah belajar lebih berani dan percaya diri. Kadang, dari situ kita juga jadi lebih kuat, karena terbiasa mengandalkan diri sendiri dan Allah aja. Aku berpegang sama konsep:
aku dan Allah itu cukup.
Kalaupun ada orang lain yang datang, selagi mereka sejalan sama kita ya just go. Tapi kalau mereka hanya datang sekejap lalu pergi meninggalkan, maka pastikan kita ngga kehilangan diri sendiri.
Kita yang akan selalu ada buat diri sendiri. Karena kita punya kita.
Kita semua tahu bahwa tak ada satu pun tempat yang tak ada Allah di sana. Lalu bagaimana kita bisa merasa sepi saat sendiri, sementara kita tahu bahwa Allah selalu menemani. Lalu bagaimana bisa dalam ramai dunia kita lalai, padahal kita tahu Allah tak pernah pergi dan selalu mengawasi.
— Ayumdaigo